Setelah mengeluarkan kebijakan merdeka belajar (baca : Makna Merdeka Belajar dan Guru Penggerak), Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia kembali mengeluarkan kebijakan yang disebut dengan Kampus Merdeka. Berikut kita akan Mengenal Lebih Dalam Kebijakan Kampus Merdeka Nadiem Makarim.
Kampus Merdeka merupakan merdeka belajar di perguruan tinggi yang lebih otonom. Pada prinsipnya, kampus merdeka akan merubah paradigma pendidikan di kampus agar menjadi lebih otonom dengan kultur pembelajaran yang lebih inovatif.
Kampus merdeka akan mendorong proses pembelajaran di perguruan tinggi agar menjadi lebih fleksibel. Tujuannya agar tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang mahasiswa, dan sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi masing-masing.
Kampus merdeka belajar merupakan bagian dari terobosan kebijakan merdeka belajar. Kebijakan ini didasari oleh:
- Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
- Permendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
- Permendikbud Nomor 5 Tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi
- Permendikbud Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri
- Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta
Berikut merupakan tanya jawab seputar kebijakan Kampus Merdeka.
Daftar Tanya Jawab Kebijakan Pendirian Prodi
Apa dasar kemudahan pendirian program studi (prodi) bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dengan akreditasi A dan B?
Jawab:
Untuk mengikuti arus perubahan dan kebutuhan akan link and match dengan industri, perguruan tinggi harus adaptif. Membuka program studi sesuai dengan perkembangan kemajuan yang terjadi dan kebutuhan lapangan pekerjaan adalah salah satu caranya. Pemerintah mendorong kemudahan tersebut.
Mengapa pembukaan program studi baru harus dipermudah?
Jawab:
Kemudahan diberikan kepada Institusi dengan akreditasi A dan B karena sudah membuktikan kualitas dan reputasinya dalam mengelola institusi.
Namun, pembukaan prodi tersebut harus disertai syarat kerja sama dengan mitra prodi. Di luar itu, pemerintah mempermudah persyaratan pembukaan prodi.
Bagaimana bentuk kolaborasi program studi dengan mitra prodi?
Jawab:
Untuk membuka program studi baru, pihak kampus perlu mencari mitra yang dapat berkolaborasi dalam pembuatan kurikulum, menyediakan praktik kerja (magang) dan penyerapan lapangan kerja dalam bentuk penempatan kerja setelah lulus (untuk sebagian lulusan dari prodi tersebut).
Mitra prodi dapat berasal dari dunia usaha dan industri, BUMN dan BUMD, sektor nirlaba (non-profit), organisasi multilateral, dan mitra lain yang relevan dan bereputasi.
Bagaimanakah status akreditasi program studi baru?
Jawab:
Program studi baru akan secara otomatis memperoleh akreditasi C dari BAN-PT tanpa harus menunggu persetujuan Kementerian.
Akreditasi tersebut berlaku dari awal sampai dengan program studi tersebut mengajukan perbaikan atau re- akreditasi.
Apakah pembukaan program studi baru bagi perguruan tinggi yang memiliki akreditasi A dan B berlaku untuk semua jenjang perguruan tinggi?
Jawab:
Ya. Pembukaan program studi baru diperbolehkan untuk semua jenjang S1, S2, dan S3. Persyaratan yang sama akan berlaku, yaitu perlu adanya kerjasama dengan mitra prodi yang berasal dari dunia usaha dan industri, BUMN dan BUMD, sektor nirlaba (non-profit), organisasi multilateral, dan mitra lain yang relevan dan bereputasi. Kebijakan ini juga berlaku untuk perguruan tinggi profesi dan vokasi.
Apakah kebebasan untuk membuka program studi baru berlaku untuk semua bidang ilmu atau disiplin?
Jawab:
Tidak. Kebijakan ini tidak berlaku bagi rumpun ilmu kesehatan dan pendidikan.
Apakah politeknik dapat membuka program studi baru ?
Jawab:
Boleh. Pembukaan program studi tersebut mengikuti syarat yang sama berupa kerja sama dengan mitra prodi.
Apakah perubahan peraturan ini berlaku untuk perguruan tinggi lain di luar wewenang Kemendikbud?
Jawab:
Inisiatif perubahan kebijakan ini berlaku untuk semua institusi perguruan tinggi. Namun implementasi utamanya dimulai untuk perguruan tinggi di bawah naungan Kemendikbud dan mungkin akan ada penyesuaian bagi perguruan tinggi di luar naungan Kemendikbud sembari berjalan.
Bagaimana rencana pemerintah untuk mengawasi program studi baru?
Jawab:
Kementerian akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra program studi untuk melakukan pengawasan program studi baru tersebut.
Daftar Tanya Jawab Kebijakan Akreditasi
Mengapa perpanjangan masa berlaku akreditasi untuk perguruan tinggi dan program studi diatur?
Jawab:
Undang-undang No 12 tahun 2012 mengenai Pendidikan Tinggi mewajibkan perpanjangan akreditasi perguruan tinggi dan program studi demi penjaminan mutu.
Namun, dalam praktiknya, reakreditasi menjadi beban administrasi dosen dan pengelola perguruan tinggi.
Untuk mengurangi beban tersebut, masa berlaku akreditasi akan otomatis diperpanjang tiap lima tahun selama tidak ada penurunan indikator mutu atau perubahan program secara signifikan.
Mengapa diperlukan perubahan terkait proses akreditasi?
Jawab:
Dalam praktiknya, reakreditasi menjadi beban administrasi dosen dan pengelola perguruan tinggi yang cukup berat.
Untuk mengurangi beban tersebut, masa berlaku akreditasi akan otomatis diperpanjang tiap lima tahun selama tidak ada penurunan indikator mutu atau perubahan program secara signifikan.
Bagaimana cara mengukur indikator mutu perguruan tinggi dan program studi?
Jawab:
Ada tidaknya penurunan mutu perguruan tinggi dan program studi diperoleh, antara lain, dari pengaduan masyarakat dan hasil Tracer Study.
Apakah peraturan mengenai program studi dan akreditasi ini berlaku bagi perguruan-perguruan tinggi lain (Contoh: Kedinasan, Keagamaan, dll)?
Jawab:
Inisiatif perubahan kebijakan ini utamanya bagi perguruan tinggi di bawah naungan Kemendikbud dan akan diiringi penyesuaian bagi perguruan tinggi di luar naungan Kemendikbud.
Apakah sebuah program studi yang baru didirikan memiliki batasan waktu untuk melakukan akreditasi ulang?
Jawab:
Program studi baru dapat langsung mengajukan perbaikan akreditasi setelah memperoleh akreditasi C (saat didirikan), namun bila gagal mendapat kenaikan akreditasi, prodi baru tersebut harus menunggu selama 2 tahun sebelum dapat mengajukan perbaikan akreditasi kembali.
Apakah program studi yang telah memiliki akreditasi internasional dapat dikategorikan sebagai terakreditasi A?
Jawab:
Hanya akreditasi internasional yang diakui oleh Kemendikbud yang akan langsung dikategorikan sebagai akreditasi A. Daftar lembaga akreditasi internasional yang diakui Kemendikbud tertuang di dalam Keputusan Menteri.
Beberapa contoh akreditasi internasional yang diakui adalah: ABET, AACSB, FIBAA, ACPE, ECUK, TEQSA, dan lain-lain
Apakah program studi yang memiliki akreditasi internasional dapat memperoleh perpanjangan otomatis dari akreditasi tersebut?
Jawab:
Tidak. Akreditasi internasional hanya akan berlaku sesuai rentang waktu yang berlaku. Jika rentang waktu habis, perguruan tinggi harus mengajukan ulang atau melakukan proses akreditasi ke BAN-PT.
Bagaimana proses akreditasi saat ini?
Jawab:
Untuk saat ini proses akreditasi menggunakan mekanisme yang berlaku namun pemerintah dalam proses mempermudah akreditasi secara umum dengan melibatkan industri, asosiasi profesi, dan masyarakat.
Daftar Tanya Jawab Kebijakan Kebebasan Menjadi PTN-BH
Bagaimana ketentuan bagi PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH?
Jawab:
Perguruan tinggi negeri yang berkeinginan untuk menaikkan status kelembagaannya menjadi PTN-BH akan dimudahkan.
Pemerintah membantu dengan mempermudah syarat administrasinya tanpa terikat status akreditasi perguruan tinggi tersebut.
Bagaimana Kemendikbud mengharmonisasi peraturan baru dengan Badan Pemeriksa Keuangan dalam hal tata kelola keuangan?
Jawab:
BPK serta pemangku kepentingan lainnya akan diajak berkoordinasi untuk menyelaraskan peraturan terkait.
Daftar Tanya Jawab Kebijakan Perubahan Definisi Satuan Kredit Semester (SKS)
Mengapa perlu perubahan definisi Satuan Kredit Semester (sks) dan bagaimana pelaksanaannya?
Jawab:
Berdasarkan Permenristekdikti no. 44/2015, sks merupakan takaran waktu kegiatan belajar berdasarkan proses pembelajaran maupun pengakuan atas keberhasilan usaha mahasiswa dalam mengikuti kegiatan kurikuler.
Selama ini, sks juga terbatas pada definisi pembelajaran tatap muka di dalam kelas. Padahal, proses pembelajaran mahasiswa tidak terbatas pada kegiatan di dalam kelas saja. Dalam skema yang baru, mahasiswa diberikan hak untuk secara sukarela (bisa diambil ataupun tidak) melakukan kegiatan di luar program studi, bahkan di luar perguruan tinggi yang dapat diperhitungkan dalam sks.
Harapannya, mahasiswa dapat memiliki kebebasan menentukan rangkaian pembelajaran mereka, sehingga tercipta budaya belajar yang mandiri, lintas disiplin, dan mendapatkan pengetahuan serta pengalaman yang berharga untuk diterapkan.
Proses pelaksanaan penghitungan sks akan dibebaskan kepada setiap perguruan tinggi. Perguruan tinggi wajib memberikan hak kepada mahasiswanya untuk secara sukarela mengambil sks diluar program studi dan diluar perguruan tingginya.
Apa dasar hukum perubahan definisi sks?
Jawab:
Dasar hukum perubahan definisi sks adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Bagaimana mahasiswa dapat mengambil manfaat dari perubahan kebijakan tersebut?
Jawab:
Mahasiswa adalah penerima manfaat utama dari empat inisiatif perubahan ini. Mahasiswa akan memperoleh pilihan jurusan studi yang lebih mutakhir dan sesuai dengan kebutuhan pengetahuan dan keterampilan, serta kebebasan untuk memilih mata kuliah yang sesuai dengan pengembangan kapasitasnya.
Selain itu, mahasiswa akan memperoleh materi dan proses pembelajaran yang lebih berkualitas dengan berkurangnya beban administrasi dosen.
Bagaimana peran perguruan tinggi dalam menyukseskan implementasi jam kegiatan sebagai definisi baru sks?
Jawab:
Perguruan tinggi harus terbuka untuk kolaborasi dan interaksi dengan sesama penyelenggara pendidikan maupun pihak ketiga (dunia usaha, dunia industri, organisasi non- profit, dll) untuk memperluas konten pembelajaran. Ciptakan dan gunakan platform bersama untuk pendokumentasian proses tersebut.
Persisnya, bagaimana hak mahasiswa dalam perubahan perhitungan sks tersebut?
Jawab:
Sks yang diambil mahasiswa di program studinya maksimal sebanyak lima semester dari total delapan semester. Sisanya mahasiswa berhak memiliki pilihan untuk mengambil dua semester (setara 40 sks) di luar perguruan tingginya dan satu semester (20 sks) di luar program studinya di perguruan tinggi yang sama.
Hak ini bersifat sukarela dan tidak diwajibkan kepada mahasiswa untuk menggunakan tiga semester pilihan tersebut.
Apakah perubahan sks ini berlaku untuk semua bidang ilmu? Bagaimana dengan program studi pasca sarjana?
Jawab:
Perubahan sks tidak berlaku untuk bidang ilmu S1 Kesehatan. Untuk saat ini, kebijakan tersebut baru berlaku untuk S1 dan politeknik.
Persisnya, apa saja kegiatan yang dapat dihitung sebagai sks bagi mahasiswa?
Jawab:
Contoh kegiatan yang didorong untuk diikuti mahasiswa meliputi tetapi tidak terbatas pada magang, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, dan kegiatan lainnya yang disepakati dengan program studi. Dosen tetap berperan sebagai pembimbing atau pengampu kegiatan tersebut.
Terdapat dua jenis kegiatan yang dapat dipilih dari: (a) program yang ditentukan pemerintah, (b) program yang di setujui oleh rektor.
Bagaimana ketentuan lebih lanjut soal penentuan dan perhitungan sks tersebut ?
Jawab:
Masing-masing perguruan tinggi menentukan sendiri pelaksanaan perhitungan sks tersebut secara rinci. (Contoh: pelaksanaan magang, perhitungan sks pertukaran pelajar, perhitungan sks wirausaha, dll.)
Daftar Tanya Jawab Kebijakan Tracer Study
Bagaimana cara mendorong mahasiswa mengisi Tracer Study ?
Jawab:
Perguruan tinggi harus lebih giat mensosialisasikan pentingnya Tracer Study. Harapannya, ketika mereka sudah menjadi alumni, mereka lebih bersedia untuk mengisi Tracer Study.
Apa dasar hukum perubahan definisi sks?
Jawab:
Dasar hukum perubahan definisi sks adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Mengapa Tracer Study menjadi wajib dilakukan? Bagaimana pelaksanaannya?
Jawab:
Tracer Study menjadi salah satu alat ukur kinerja dan luaran perguruan tinggi. Hal ini terutama penting untuk melihat kemampuan perguruan tinggi dalam membentuk mahasiswa yang siap bekerja. Tracer Study juga berfungsi sebagai masukan untuk menjamin mutu pembelajaran, seperti evaluasi relevansi kurikulum.
Tracer Study dilaksanakan dengan metode sampling jika sensus total tidak memungkinkan. Sistem Tracer Study akan memperhatikan segala faktor, termasuk kendala jaringan Internet, dan tersambung dengan pangkalan data di Kemendikbud.
Bagaimana proses monitoring Tracer study? Apakah akan disambungkan dengan Pangkalan Data Dikti?
Jawab:
Tracer Study akan diperlakukan sebagai salah satu data utama yang terintegrasi dengan pangkalan data Kemendikbud. Ya, Tracer Study juga akan disambungkan dengan Pangkalan Data Dikti.